Aku Yang Tertindas
Published on
This article originally appeared on Borneo Speaks.
Saat senja aku memandang Jauh ke depan, Sinar mentari semakin menjauh, Mengecil dari pandangan ku
Saat malam,
Sinar pelita menemaniku Tarian ombak menghempas batu Dan angin sepoi-sepoi membuat hatiku tenang.
Namun… Ketenangan cuma sementara Tiba-tiba Jantungku… berdegup pantas Badanku… mengigil kesejukan Kakiku melangkah… seribu… Entah ke mana… Mataku… tidak… mengenal malam Tubuku dibasahi embun… Fikiranku… dipenuhi ketakutan
Keluargu kurang bernasib baik Rumahku diselongkar, tikarku DIPIJAK menggunakan SEPATU!! Rumah merah menjadi persinggahan yang tujuannya entah ke mana
Kenapa? Kenapa? Kami tidak minta dilahirkan tanpa dokumen Kenapa? Tiada keadilan untuk kami? Kenapa? Kami mesti lari?
Aku mahu! Hidup tanpa ketakutan Aku mahu! Hidup selesa, belajar tanpa ketakutan. Aku mahu! Hidup juga seperti kamu.
About the author: Semah is an 18-year-old undocumented student at Teluk Layang Alternative Learning Centre. She was born at Kampung Layang Besar, and is the fourth child out of seven siblings. “I wrote this poem because I want to share the emotions I have, that those who have Identity Cards (ICs) would have never felt. My hope now is that the fight continues to defend my rights.” Her ambition is to become an educator. She is currently a teacher-in-training at Sekolah Alternatif, mentored by Sabir Syarifuddin of Borneo Komrad.